Banyak
sekali orang saat ini menjadi mangsa empuk pemikiran menyimpang dan perilaku
hina. Mereka mengikuti pemikiran dan perilaku buruk tersebut. Seiring dengan
berjalannya waktu, pemikiran dan perilaku itu menjadi sifat yang melekat, atau
bahkan menjadi ciri khas dirinya dan kebiasaan -yang menurutnya- tidak mungkin
lagi ditinggalkan.
Sehingga
semakin lama, dia semakin bergelimang maksiat. Lalu ketika tiba suatu masa
dirinya tersadar dan tergerak untuk meninggalkan kebiasaan buruknya itu,
jiwanya memberontak karena ada kecanduan dan ketergantungan pada kebiasaan
buruk tersebut. Akan ada perasaan bahwa taubat dan meninggalkan perilaku buruk
adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Akhirnya iapun tidak mau
mengusahakannya.
Peristiwa
hijrah yang dilakukan para sahabat ra. pada dasarnya adalah meninggalkan
sebagian besar kebiasaan mereka; baik itu makanan dan minuman, atau bahkan
tanah air dan segala yang dicintainya. Namun dengan bekal iman yang dalam dan
keinginan yang kuat mereka berhasil mengalahkan hawa nafsunya dan memerdekakan
dirinya dari gelimangan kemaksiatan dan penyimpangan.
Sekembalinya
dari Habasyah (Ethiopia), Abu Salamah ra. rela meninggalkan istrinya, Ummu
Salamah ra. dan bayinya di Makkah untuk bergegas menuju Madinah demi
menyelamatkan agama dan akidahnya. Ia rela meninggalkan pasangan hidupnya dan
buah hatinya yang masih kecil; karena ia merasa bahwa agama lebih berharga dari
keduanya, dan akidah adalah hal utama yang harus tetap dipertahankan meskipun
mengorbankan sesuatu yang sangat berharga dalam hidup ini. Ummu Salamah sebagai
seorang istri tetap sabar dan tabah menghadapi kejahatan keluarganya yang
menjauhkannya dari anak dan suami. Dia tetap teguh mempertahankan iman hingga
akhirnya dipertemukan dengan suami dan anaknya.
Mush’ab bin
‘Umari ra. rela meninggalkan gelimang harta dan hidup miwah untuk hidup dan
tinggal di Yatsrib. Dia berasal dari keluarga bangsawan yang terkenal dengan
kemewahan dan gelimangan harta. Dia biasa mengenakan pakaian yang tidak
sembarangan, makan makanan yang istimewa, dan memakai wewangian yang diimpor
dari semenanjung selatan. Namun, setelah dakwah Islam sampai kepadanya, imanan
dan takwa tertanam di lubuk hatinya, dan iapun mereguk manisnya iman. Saat
itulah ia merasa jemu untuk tetap pada kehidupan lamanya.
Ketika ia
sudah merasahkan manisnya iman, dan ingin selalu berada dekat dengan Rasulullah
saw., iapun rela meninggalkan ibundanya tercinta dan kehidupan yang nyaman. Ia
bergegas bangkit untuk menyusul rombongan kaum Muhajirin menuju Madinah. Hijrah
yang dilakukannya ini adalah buah dari meninggalkan kenikmatan semu menuju
kenikmatan abadi. Iapun terbebas dari kekangan hawa nafsu dan menjadikan
keimanan terpancang teguh dalam hatinya.
Hingga
akhirnya tibalah hari Perang Uhud, ia menjumpai apa yang selama ini
diimpikannya; mendapatkan kesyahidan di jalan Allah swt. Ia gugur dengan tidak
meninggalkan apapun; meskipun hanya selembar kain kafan untuk membungkus
jasadnya. Kemudian para sahabat mendatangi Rasulullah saw. untuk memberitahukan
kondisi sahabat mulia ini. Mereka pun tidak mendapati kain untuk menutupi
jasadnya sehingga Rasulullah saw. memerintahkan untuk menggunakan daun pandan
untuk menutupi sisa jasadnya yang terbuka.
Masih
banyak lagi contoh sahabat yang rela mengorbankan harta dan tanah airnya demi
menyelamatkan agamanya. Mereka merupakan contoh nyata bagi orang-orang yang
berazam ingin meninggalkan perkataan, perbuatan dan sikap yang diharamkan. Atau
bahkan kebiasaan dan kegemaran yang sudah melekat dalam dirinya.
Inilah yang
dapat kita pelajari dari momentum hijrah; belajar bagaimana kita memerdekakan
diri dari segala ketergantungan; belajar bagaimana kita mengalahkan segala
hambatan dan penghalang; belajar bagaimana kita rela mengorbankan jiwa, harta,
kehormatan, kemewahan, kekasih dan tanah kelahiran; belajar bagaimana kita bisa
melepaskan diri dari jeratan kebiasaan buruk kita.
Marilah
momen tahun baru hijriyah ini kita gunakan sebagai titik tolak untuk bergerak
dan berhijrah dari segala sesuatu yang diharamkan dan tidak diridhai Allah swt.
Marilah kita berhijrah seperti para shahabat berhijrah, mereka merubah
kebiasaan lama dan semua yang dicintainya (tanah kelahiran, keluarga dan
harta). Akhirnya Allah swt. pun membebaskan mereka dari segala ketergantungan
pada selain-Nya, dan menjadikan hati mereka suci sehingga merekapun layak untuk
mendapatkan predikat suci, bersih dan jujur. Allah Ta`ala berfirman: “(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung
halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan
keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah
orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hasyr: 8)
Jadi,
seruan yang kami sampaikan kepada penulis dan juga kepada para pembaca adalah
seruan untuk berhijrah menuju Allah swt. pada momentum tahun baru hijriyah ini.
Marilah pada momentum kali ini kita berhijrah mengikuti komandan kaum
Muhajirin, Rasulullah saw., berusaha hidup seperti kehidupan para sahabatnya
yang mampu merubah sejarah dan menggariskan jalan kemenangan dan kemuliaan
melalui darahnya yang suci dan pengorbanannya yang agung.
Semoga
Allah swt. meridhai mereka dan kita semua serta menggumpulkan kita dengan
mereka di surganya yang abadi. Amin.
Sumber : Dakwatuna
Posting Komentar