Seorang
sahabat bernama Andi, -bukan nama asli-, berkisah bahwa ia pernah bekerja di
sebuah perusahaan Yahudi. Ia sudah menjadi manusia yang kaya raya di usianya
yang lagi belum mencapai 40 tahun. Lebih dari 200 negara sudah ia sambangi. Semua itu dilakukan
demi mencari kekayaan dunia untuknya, dan untuk perusahaannya yang dimiliki
orang Yahudi.
Dia bertutur betapa satu sen pun harus
dikejar dalam bisnisnya. Kerugian meski hanya satu dollar akan membuat pemilik usaha menjadi
panik. Apalagi model krisis global seperti saat ini.
Selalu mencari harta. Mengejar kekayaan dunia.
Takut miskin. Itulah yang selalu tertanam dalam benaknya!
Namun dalam sebuah tugasnya di Maroko,Afrika Utara. Andi ini singgah di sebuah
perkampungan muslim yang sederhana lagi bersahaja. Sebagai seorang muslim,
kehadirannya di kampung itu disambut dengan baik oleh muslim di sana.
Andi
dijamu makan dan makanan untuk disantap pun sudah tersaji dihadapan. Namun
tidak seorang pun mulai menyantap makanan dan Andi pun belum lagi dipersilakan.
Hingga seseorang datang ke dalam ruang makan lalu menyampaikan berita kepada
tuan rumah dalam bahasa Arab. Usai itu, Andi pun dipersilakan untuk makan.
Saat menyantap hidangan itu, Andi diberitahu
oleh tuan rumah bahwa warga kampung muslim tersebut tidak akan pernah menyantap
makanan, selagi mereka belum merasa yakin bahwa di luar sana tidak ada seorang pun yang kelaparan. Warga di
dusun tersebut saling berbagi makanan antara satu rumah dengan yang lain. Dan
orang yang datang sebelum santap makanan tadi, adalah pembawa kabar bagi tuan
rumah yang menyampaikan bahwa ia sudah membagi makanan bagi penduduk kampung
yang belum mendapat makanan.
Andi malam itu mendapat pelajaran berharga
bahwa berbagi kepada sesama akan membawa ketentraman dan kebahagiaan. Penduduk
desa ini mayoritas adalah
penduduk miskin, namun mereka bahagia dengan cara berbagi kepada sesama. Inilah
pelajaran yang jauh berbeda dari apa yang Andi dapatkan di perusahaan tempat ia
bekerja.
Usai
dari Maroko, ia ditugaskan untuk terbang ke Cairo, Mesir. Perjalanan bisnis
malam itu membawa dirinya untuk menyewa sebuah taksi di sana. Taksi di kota
Seribu Menara itu dimiliki oleh perorangan, dan kebanyakan armadanya sudah
jelek dan bobrok.
Malam
itu Andi membuka pembicaraan dengan sopir taksi Mesir demi memecah kebekuan.
“Berapa uang yang kau hasilkan dalam sehari dengan membawa taksi seperti ini?”
Andi melempar tanya kepada sopir taksi. Dibenaknya Andi akan membayangkan
betapa jauh penghasilan yang akan disebutkan oleh sopir taksi ini dibandingkan
penghasilan yang ia dapatkan di perusahaan Yahudi terkenal. “Aku tak membawa
taksi ini seharian!” jawab sopir itu dengan bahasa Inggris sekenanya.
“Apakah
kamu punya pekerjaan lain di luar sana?” kejar Andi. “Alhamdulillah, aku punya
dua pekerjaan yang diberi Allah untukku. Dari pagi hari sampai sore aku bekerja
di restoran, malam harinya aku menjadi supir taksi!” sahut sang sopir.
“Apakah
hidup di Mesir sudah sedemikian sulit sehingga engkau harus bekerja double dan
mencari nafkah sampai malam?” tanya Andi lagi. “Tidak…., hidup di negeri ini
amat nikmat sekali! Dari pagi hingga sore aku mencari nafkah untuk diriku dan
keluarga dan itu cukup untuk kami…” jelas sang sopir. “Lalu mengapa engkau
menjadi sopir taksi?” kejar Andi.
“Saudaraku…., hidup ini hanya sekali. Dan aku
ingin hidup yang cuma sekali ini berarti untuk bekalku setelah mati. Maka sudah
beberapa lama ini aku membawa taksi agar aku
bisa mencari tambahan penghasilan dan kemudian aku sedekahkan kepada mereka
yang membutuhkan.” jelas sang sopir.
Degg…!
kalimat itu terasa bagai kilat menyambar di hati Andi. Betapa hebat niat sopir
taksi itu gumamnya. Tak pernah dengan kekayaan yang dimiliki, Andi bercita-cita
mulia seperti itu. Tak berani ia meneruskan pembicaraan dengan sopir taksi.
Dalam hati Andi bergumam bahwa seluruh harta yang ia cari rupanya belum
apa-apa, dibandingkan kekayaan hati yang dimiliki penduduk muslim miskin di
Maroko dan supir taksi shalih yang ia temui di Cairo, Mesir ini.
“Rupanya
umat Islam lah yang memiliki kekayaan yang hakiki!” gumam Andi.
Rasulullah
SAW bersabda, “Siapa di antara kalian di waktu pagi ia merasa aman rumah
tangganya, sehat badannya, dan mempunyai persediaan makanan untuk hari itu,
maka seolah-olah ia telah mendapatkan kebahagiaan dunia dengan semua
kesempurnaannya.” HR. Tirmidzi
Ustadz
Bobby Herwibowo Sumber : eramuslim.com
Posting Komentar